Bagi anda yang pencinta the Blues atau Chelsea seperti saya, anda perlu tahu sedikit tentang sejarah klub kebanggaan kita bersama. . .
Sebuah lagu hit berjudul “Everything I Do,I Do It for You” menjadi popular di 1991 berkat penyanyi rock asal Kanada,Bryan Adams. Salah satu tembang yg jadi soundtrack film Hollywood berjudul Robin Hood:Prince of Thieves,itu jauh lebih terkenal ketimbang ballad popular lain dgn judul “We’re Gonna Win” yg muncul 5 taon kemudian.(Napa jadi bahas lagu Bryan Adams ya?.Tenang aja buat yg blom tau pasti bakal terkejut klo baca isi nya ntar sampe habis :p).
Lewat lagu terakhir itu sebenarnya kita bias langsung mengaitkan Bryan Adams dgn CHELSEA FC. Klub yg di idolakan nya sejak taon 1960,atau tepatnya ketika dia berusia 11 taon.Saat itu Adams cilik tengah tinggal di Kensington,London,sebagai konsekuensi menjadi bagian dari ziarah kerja ayahnya yg seorang diplomat.
Chorus “We’re Gonna Win” sendiri kini kerap di nyanyikan para True Ble-ers di Stamford Bridge karena memang lagu itu di dedikasikan Adams untuk Chelsea FC.Luar biasaka kan melihat bagaimana hati seorang bocah mancanegara terikat erat dengan The Blues selama lebih dari 3 dasawarsa.
Saat Adams tinggal di Kinsington,Chelsea baru sebatas peringkat kedua di second devision(1962/63) n fanatisme biru di London masih sangat tipis.Persaudaraan pendukung Chelsea baru menguat kala terjadi gesekan antara mereka dengan pendukung Totenham Hotspur di saat kedua kubu bertemu di final Piala FA taon 1967.
Sempalan pendukung yg membentuk kelompok Shed Boys di awal 70-an bahkan slalu menggelar ritual duel missal diluar stadion melawan kelompok Inter City Firm(West Ham) n Bushwackers(Millwall).
Saat Shed Boys di bubarkan di 1976 oleh kepolisian London,para pentolannya pun membentuk Chelsea Headhunters yg meneruskan pola anarkistis yg sama sehingga akhirnya hooliganisme menipis seiring terjadinya sejumlah tragedy supporter di pertengahan taon 80-an.
Setelah FA mewajibkan seluruh stadion di Inggris sepenuhnya menggunakan tribun yg di lengkapi bangku,alih2 tetap mengadakan sector untuk penonton berdiri,Chelsea Headhunters pun lenyap di telan bumi.
Kini klo kita menyatroni(ini menurut penulis yg pernah kesana loh bukan saya yah,saya aja blom pernah kesana hahahahaha),tertera jelas peringatan pada para penonton bahwa menginjak rumput stadion n wilayah2 bercat kuning dalam stadion saat pertandingan berlangsung adalah sebuah tindakan melawan aturan.
Tempat bercat kuning itu adalah tangga2 tempat penonton berjalan untuk memilih bangku saat masuk n keluar stadion.Dengan pengetatan aturan seperti ini praktis resiko munculnya tawuran di dalam stadion bisa di tekan.Sementara di wilayah luar lingkar seputar Stamford Bridge sejak awal 90-an penjagaan pun kiat di perketat dengan banyak menempatkan polisi berkuda n kamera pengawas dengan resolusi tinggi(Brhayal seandanya di Indonesia jg aturan nya gitu).
Alhasil kerumunan penonton pada sebelum n sesudah laga menjadi amat terkendali arusnya.Efek langsung dari perubahan ini dalah meningkatnya pembeli tiket terusan Chelsea dari golongan anak2 di bawah 16 taon n jg kaum hawa.
Kini pemegang tiket terusan untuk dua kategori itu meningkat menjadi 36% dari semula hanya 3%.
Setelah Roman Abramovich masuk 2003 kelompok supporter resmi yg di dukung oleh pihak manajemen,True Blue,pun berkembang pesat.Semua kian teratur,berbau bisnis n semakin jauh dari FANATISME BUTA berujung tindakan anarkistis.
TRUE BLUE
Aksi fisik pendukung Chelsea yg merupakan peninggalan masa2 gelap yg di dominasi Chelsea Headhunters hingga kini ternyata masih ada.
Bila dulu para redneck bertato dgn mulut berbau alcohol bisa melempar pemantik api hingga botol bir ke dalam lapangan,kini para aktivis True Blue terkadang masih membawa batang2 seledri untuk di lemparkan pada pemain yg melakukan selebrasi pascagol di pinggir tribun.
Untuk penonton yg tidak punya kesempatan melakukan ritual lemparan seledri karena minimnya gol yg tercipta n sedikitnya pemain yg merapat,biasanya sayuran tersebut di lontarkan sesudah laga berakhir.Ritual unik yg mulai di anjurkandi stop demi alasan kesehatan n meringankan kerja petugas kebersihan itu memang kian langka dlm 3 musim terakhir.Tapi ini bukan lantaran pertimbangan rasional tapi karena cibiran supporter iseng Liverpool n MU di forum2 internet n lewat media cetak.Kelompok2 suporter yg mengklaim dirinya lebih macho(masa seh?) itu cenderung mengatakan tradisi seledri di Bridge adalah cerminan sebuah kelompok masyarakan yg lembek.
Tapi faktanya para True Blue-ers tidak terlalu peduli dengan ejekan rival karena mayoritas anggota resmi mereka adalah kalangan borjuis diLondon Barat yg lebih mengutamakan kenyamanan menonton.
Namun tetap saja sebagian penonton setia Chelsea terpancing n berusaha menghidupkan kembali semangat Spartan ala Shed Boys dgn membentuk group Spin-Off yg menamakan dirinya Sheddites.
Kelompok Sheddites ini sekarang memadati tribun di belakang gawang utara Chelsea(tribun The Shed End),yg secara tradisional memang tempat menonton dgn tariff tiket termurah.Klo kita mencermati saat menyaksikan di layer kaca saat Chelsea maen laga kandang,nyanyian rakyat Bridge semodel We’re Gonna Win,Carefree,Blue is the colour hingga Zigga Zagga kerap berkumandang..
Gabungan para kelas pekerja n kaum elite di tubuh True Blue n Sheddites ini kerap membentuk kkelompok yg khas setiap kali mereka mendukung Chelsea bertandang ke mancanegara di level Liga Champion.
Sebagian dari mereka rela bertelanjang dada n bernyanyi bersama di sepanjang perjalanan n dalam stadion sedangkan sisanya mengenakan syal mahal berlogo singa biru dengan terbang menggunakan bangku pesawat kelas bisnis. Aroma hooliganisme pun pastinya kian lenyap dari udara di sekitar Chelsea saat ini.
Sumber : Dorajatun n toen (wartawan majalah Bola)
Title :
Suporter The Blues(Cerita Evolusi Tiga Dasawarsa)
Description : Bagi anda yang pencinta the Blues atau Chelsea seperti saya, anda perlu tahu sedikit tentang sejarah klub kebanggaan kita bersama. . . ...
Rating :
5